Powered By Blogger

Kamis, 09 September 2010

SURAT PEMBACA

BENCANA ALAM

Bencana alam yang terjadi terus-menerus itu patut dilihat sebagai sebuah signal yang dapat dibaca dan direnungi oleh manusia. Karena bencana alam merupakan sebuah penegasan bahwa alam selayaknya dipahami oleh manusia. Namun pada kenyataannya manusia tidak cukup memahami alam dan belum banyak memberi respect padanya. Benar bahwa alam itu sendiri adalah sebuah misteri, sebab dalam arti tertentu alam adalah yang bukan buatan tangan manusia. Alam merupakan sebuah teka-teki yang tak terjawabkan dan karena alasan itu manusia membutuhkan waktu untuk merenungi dan memahaminya. Akan tetapi masyarakat, pengusaha dan penguasa (manusia) masih mengejar keuntungan masing-masing. Demi menggapai keuntungan itu segala bentuk upaya (legal dan illegal) ditempuh. Alam dan lingkungan hidup tidak lagi dipandang sebagai ibu yang merahim manusia, tetapi justeru sebagai obyek yang dapat direbut demi kepentingan pribadi dan golongan. Alasannya cukup mudah untuk dipahami bahwa alam menyimpan harga (kekayaan alam) yang menjanjikan. Ternyata alam terus dikuras dan pengurasan itu telah mendatangkan petaka; bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, kelaparan, gempa bumi, tsunami, dan dalam pemahaman makro semuanya berujung pada pemanasan global. Semuanya telah, sedang dan akan terjadi lagi. Kini bencana alam semakin menunjukkan bahwa manusia belum mengendalikan diri untuk mengembalikan kedudukan (alam) materi sebagai yang membantu kehidupan manusia, dan bukan yang utama apalagi yang menentukan.
Kehidupan manusia memang bergantung pada alam dan kekayaannya. Tetapi mengapa manusia dengan tahu dan mau tidak menjatuhkan pilihan pada kebijakan-kebijakan ekonomis yang convivial (ramah), yang konstruktif dan yang solider dengan alam? Atau secara ekologis, mengapa manusia dan segala aksinya tidak cukup menunjukkan bahwa dirinya adalah bagian yang utuh dari lingkungan hidup? Bukankah berbagai masalah lingkungan hidup, terutama yang berkaitan dengan pemanasan global, kepunahan spesies flora dan fauna, pencemaran, kemiskinan dan kelaparan telah memelekkan mata bahwa sebagian manusia (masyarakat, pengusaha, penguasa) sudah dan sedang menjalankan kekerasan terhadap alam? Dengan penuh kesadaran akan datangnya bencana, rakyat terus membabat hutan. Dengan tahu dan mau para pengusaha pun makin giat “membedah” alam, sekalipun mereka sadar akan pencemaran dan pengurasan lingkungan hidup yang sedang berlangsung secara besar-besaran itu. Dan pada saat yang sama pemerintah kian merestui kebijakan-kebijakan ekonomis yang memarjinalkan masyarakat kecil. Tak pelak, manusia sedang “merancang” petaka untuk diri sendiri, ketika bencana (kebijakan-kebijakan, opsi-opsi yang hanya menguntungkan pihak tertentu) dinyana berkah. Tentang bencana tersebut, tak perlu lagi menunggu lebih lama, sebab krisis besar telah dimulai. Jika memang ada kesulitan besar untuk mengenalinya, itu karena ia tidak mengambil bentuk yang sama seperti waktu-waktu sebelumnya. Bila bencana datang dan datang lagi, siapa yang sanggup membendungnya?
Relasi Manusia Dengan Alam: Intersubyektif Atau Dominatif? Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang terdapat di alam yang berguna bagi manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk masa kini maupun masa mendatang. Kelangsungan hidup manusia sangat tergantung pada keutuhan lingkungannya, sebaliknya keutuhan lingkungan tergantung bagaimana kearifan manusia dalam mengelolahnya. Oleh karena itu, lingkungan hidup tidak semata mata dipandang sebagai penyedia sumber daya alam serta sebagai daya dukung kehidupan yang harus dieksploitasi, tetapi juga sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup dapat muncul karena adanya pemanfaatan sumber daya alam dan jasa jasa lingkungan yang berlebihan sehingga meningkatkan berbagai tekanan terhadap lingkungan hidup, baik dalam bentuk kelangkaan sumber daya dan pencemaran maupun kerusakan lingkungan lainnya.


Belajar dari Musang

Terkadang Belajar dari alam itu kita butuhkan, namun saat ini perasaan kepedulian dan belajar dari alam sudah dilupakan. Diri manusia ditempah menjadi seorang yang tidak lagi peduli dengan alam, Kita manusia menjadi serakah akan alam itu sendiri kita lupa apa fungsi alam itu untuk kehidupan diatas bumi yang kecil ini.
Nenek Moyang Kita dahulu amat menghargai lingkungan dan alam, mereka banyak belajar dari alam untuk tatanan kehidupan mereka, mereka hidup makmur dengan mengandalkan hasil hutan dan pertanian, alamnya terawat dengan baik karena ada kebijakan peraturan adat dan sangsi bagi yang melanggarnya. Namun kebijakan adat itu pudar seiring waktu pesatnya kemajuan dan masuknya budaya luar yang memporak porandakan moral dan adat istiadat bangsa ini.
Hutan dirambah habis-habisan, berganti dengan julang akasia dan julang kelapa sawit banyak satwa yang hilang, banyak kekayaan hayati musnah tak berbekas. Lestarikan alam hanyalah celoteh belaka dan omongan kosong, Peraturan dan kebijakan masalah perlindungan hutan tinggal peraturan dan kebijakan diatas kertas buram. Yang terpenting bagi bangsa dan pemerintahan pusat dan daerah adalah uang masuk dan mengabaikan kelestarian yang lebih mahal harganya dibandingkan uang. Namun semua itu telah terhapus dengan kilau emas dan uang, mata tertutup oleh lembaran merah yang menawan.
saat ini kita bisa kembali belajar dari alam, kita bisa meniru apa yang para binatang di hutan sana lakukan untuk menjaga kelestarian hutan, atau kita bisa belajar dari seekor musang yang kita anggap tidak berharga dan tidak sehoki emas dan rupiah, namun kita salah kita kalah dan kita alfa akan hal itu. Kita kalah akan kebijakan melindungi hutan dan alam ini, kita kalah tenar oleh seekor musang yang bisa menebar bibit pohon untuk menjaga keseimbangan alam, sedangkan kita hanya bisa merusak dan meluluh lantakan hutan dan alam yang dibangun oleh ratusan jenis tumbuhan dan binatang. Kita tidak peduli akan hasil kerja yang melelahkan itu dan kita tidak menghargai perjalan hidup mereka untuk menjaga kelestarian hutan sebagai rumah mereka dan kita adalah manusia yang sudah lupa sebagai apa kita diturunkan dibumi ini.
Tatanan adat untuk menjaga hutan sekarang menghilang, hutan adat sudah tidak diakui, hak masyarakat pelosok yang tinggal dihutan turun-temurun sudah tidak memiliki hak atas tanah leluhur mereka, kita orang kota menjual dan menyingkirkan mereka dari tanah lelurhur yang mereka diami ratusan tahun lamanya, dan kita orang kota membuang norma kemasyarakat kedalam lumpur ketamakan dan rakus. semua mementingkan harta kekayaan, semua tidak lagi memperhatikan tatanan alam yang membutuhkan tangan-tangan yang peduli akan kita manusia.
Belajar dari musang sangat membantu untuk melestarikan alam yang tersisa, kita bisa melihat sisi baik dari seekor musang, sisi baik yang patut kita tiru dan jangan meniru sisi jeleknya yang suka memangsa ayam dan anak-anaknya. meniru sisi baik sang musang akan membuat alam tetap hijau dan sejuk, bukan hijau dengan julang akasia dan kelapa sawit karena dua tumbuhan itu membuat udara semakin panas dan air semakin mengering.
Musang memakan buah dengan bijinya dan disebarkan kelantai hutan, kotoran yang bercampur biji pohon akan berkecambah dan mulai bertunas serta tumbuh subur tanpa cela. Tapi akankah usaha yang mereka lakukan itu akan berbuah indah, aku rasa tidak akan menjadi nyata karena usaha mereka dipatahkan oleh keserakahan manusia yang selalu kurang akan kekayaan dan harta.
Lestari alam ini akan memberikan kita keuntungan yang tidak ternilai, lestarinya hutan alam membuat masyarakat pedalaman akan hidup makmur dan satwa akan terus berkembang biak untuk menurunkan generasi-generasinya. Namun itu tidak ada dalam pikiran kita lagi karena kita merasa kurang dan kurang akan harta dan kekayaan. Hijau hutan alam akam membuat sejuk bumi ini dan kelestarian hutan berada ditangan kita yang ada saat ini. Mari bersama-sama untuk melestarikan lingkungan dan menjaga hijaunya hutan alam, dan mari kita sama-sama melestarikan hutan alam untuk generasi yang akan datang. Pertahankan hutan alam untuk kekayaan hayati yang amat menakjubkan.
salam lestari……

KONFLIK PERTANAHAN
Aliansi Peduli Tano Batak - Ada begitu banyak konflik pertanahan yang terjadi di Tano Batak. Permasalahan yang terjadi adalah terutama adanya pihak pengusaha yang tiba-tiba - dengan berbekal izin yang mereka peroleh dari instansi pemerintah (Departemen Kehutanan, Pertambangan, dsb)- mengklaim bahwa mereka adalah pemilik yang sah.
Dari berbagai konflik pertanahan yang terjadi,selama ini rakyat yang senantiasa menjadi pihak yang dikalahkan. Dengan mudahnya pihak pmerintah yang memberikan izin mengatakan bahwa sesungguhnya seluruh tanah yang ada di bumi pertiwi ini adalah tanah negara, kecuali bila msayarakat bisa menunjukkan bahwa mereka memiliki sertifikat atas tanah yang mereka kuasai atau kelola.
Pemerintah dengan mudahnya mengklaim tanah itu sebagai tanah negara, meskipun fakta mnunjukkan bahwa sudah lebih ratusan tahun tanah tsb dikelola oleh sekelompok masyarakat (tanah adat), dan masyarakat dari kelompok itu selama ini sangat tergantung kepada hasil dari tanah yang mereka kelola untuk mampu menghidupi dan bahkan membiayai sekolah putra/i mereka sehingga bisa akhirnya turunan mereka menjadi Hakim, Jaksa, Pengacara, Pengusaha, Pejabat di Departemen Kehutanan, Pejabat di Departemen Pertambangan.
Sangat disayangkan, akhirnya patut diduga bahwa mereka-mereka yang akhirnya sampai pada posisi seperti itu skarang dan berasal dari tanah rakyat yang dianggap tanah negara tadilah, akhirnya yang menjadi "lawan" dari masyarakat yang memperjuangkan hak ekonomi mereka dan hak mereka atas tanah adat.
Tentunya sangat disayangkan,kalau para pejabat yang sangat menentukan tersebut menjadi Kacang Lupa Akan Kulitnya.
Bagi rekan-rekan yang mengetahui berbagai persoalan yang terkait dengan konflik pertanahan, silahkan mengisi topik ini, sehingga semakin banyak masyarakat kita yang mengetahui duduk persoalan dan mudah-mudahan akan mampu mengetuk hati masyarakat kita untuk semakin peduli dan secara bersama-sama ikut brjuang untuk mmbela kepentingan masyarakat di Bona Pasogit.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang dikelompokkan sbagai SILAOSI PODA atau KACANG LUPA AKAN KULITNYA.
Horas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar